Angka Kesuburan Dunia Diprediksi Bakal Turun Drastis, Apa Pemicunya?

Angka Kesuburan Dunia Diprediksi Bakal Turun Drastis, Apa Pemicunya?


Grevada.com, Medan
- Studi terbaru dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) di Universitas Washington, Amerika Serikat, memprediksi penurunan drastis angka kesuburan di dunia yang akan mengakibatkan pergeseran demografi besar. Studi ini, yang dipublikasikan di jurnal Lancet pada Maret 2024, merupakan pembaruan dari studi Global Burden of Disease, Injuries, and Risk Factors Study (GBD) 2021.

“Dunia yang terpecah secara demografis ini akan memiliki konsekuensi yang sangat besar bagi perekonomian dan masyarakat,” kata peneliti studi tersebut.

Menurut IHME, suatu negara idealnya memiliki Total Fertility Rate (TFR) sebesar 2,1 anak per wanita yang dapat melahirkan, untuk mempertahankan pergantian generasi dalam populasi. Namun, sejak tahun 1950, angka kesuburan global telah mengalami penurunan yang signifikan. Dari 4,84 anak per wanita pada tahun 1950, angka kesuburan turun menjadi 2,23 pada tahun 2021. Prediksi menyebutkan bahwa angka ini akan terus menurun menjadi 1,83 pada tahun 2050, dan bahkan merosot lebih rendah lagi menjadi 1,59 pada tahun 2100.

Pada tahun 2050, diperkirakan akan ada 155 dari 204 negara, atau sekitar 76 persen negara dengan tingkat kesuburan di bawah rata-rata. Angka ini diprediksi akan terus meningkat hingga mencapai 97 persen pada tahun 2100.

Meskipun demikian, angka kesuburan masih akan meningkat hampir dua kali lipat dari 18 persen pada tahun 2021 menjadi 35 persen pada tahun 2100. Negara-negara di kawasan Afrika Sub-Sahara yakni Samoa, Somalia, Tonga, Nigeria, Chad, dan Tajikistan, misalnya, diperkirakan akan menyumbang jumlah kelahiran yang signifikan pada tahun 2100.

Penurunan angka kesuburan ini dapat menimbulkan tantangan baru, termasuk ancaman terhadap keamanan pangan, air, dan sumber daya lainnya, serta kesulitan dalam upaya memperbaiki angka kematian anak.

Para peneliti menyarankan bahwa akses yang lebih baik terhadap kontrasepsi dan pendidikan perempuan dapat membantu mengendalikan angka kelahiran. Namun, tantangan besar bagi negara-negara dengan tingkat kesuburan tertinggi, terutama di Afrika Sub-Sahara, adalah mengelola risiko yang terkait dengan pertumbuhan populasi yang cepat.

Pemerintah di seluruh dunia diharapkan untuk mengambil langkah-langkah yang efektif dalam menghadapi pergeseran demografi ini, termasuk upaya untuk meningkatkan infrastruktur layanan kesehatan, mengurangi angka kematian anak, menghilangkan kemiskinan ekstrem, dan memprioritaskan hak-hak reproduksi perempuan serta program keluarga berencana.

Meskipun demikian, WHO memperingatkan agar negara-negara tidak menggunakan penurunan kesuburan sebagai alasan untuk membatasi akses terhadap kontrasepsi atau aborsi.

Perubahan drastis dalam angka kesuburan ini memunculkan tantangan baru yang memerlukan respons global untuk memitigasi dampaknya terhadap ekonomi, lingkungan, dan masyarakat secara keseluruhan.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال